Biografi Isaac Newton III: Prestasi dan Detik-detik Akhir

Minggu, 22 November 2015



Terbitnya Principia mendongkrak ketenaran Newton. Namun pada tahun-tahun berikutnya, sebelum pindah dan menetap di London pada 1696, ia merasa kecewa dengan situasi yang dihadapinya di Cambridge. Di bulan Januari 1689, setelah peristiwa Glorious Revolution terjadi pada 1688, ia terpilih untuk mewakili Cambridge University pada Convention Parliament, yang ia tunaikan hingga Januari 1690. Dalam masa itu, ia menjalin persahabatan dengan John Locke dan Nicolas Fatio de Duilier, dan akhirnya pada 1689 bertemu dengan Christiaan Huygens secara tatp-muka, untuk melakukan dua diskusi lanjutan.

Isaac Newton
Barangkali karena kekecewaannya pada sikap Huygens yang tidak terkesan dengan argumentasi Gravitasi Umum, secara radikal Newton menulis ulang dan merevisi Principia pada 1690-an. Pada saat bersamaan, ia juga menulis risalah pokoknya di bidang alkimia, Praxis. Namun, Newton menyembunyikan risalah alkimia tersebut.

Versi Principia yang telah direvisi, ditinggalkan orang pada 1693, di tengah-tengah penderitaannya oleh gangguan rasa gugup yang diakibatkan testimoninya sendiri. Dalam masa pemulihan dari penderitaan itu, ia berusaha melanjutkan eksperimen di bidang Kimia dan mencoba memperbaiki serta memperluas teori orbit Bulan dalam Principia, yang didasarkan pada teori gravitasi. Upaya ini kurang berhasil dari yang diharapkannya.

Newton sempat menaruh perhatian pada sebuah posisi penting di London, tetapi kurang berhasil, sampai ia menerima posisi Warden of the Mint, yang relatif minor, pada 1696. Berangkat dari posisi ini, ia terdongkrak naik dan menjadi Master of the Mint pada akhir 1699. Lagi-lagi ia terpilih mewakili Cambridge University di Parlemen, selama 16 bulan yang dimulai dari tahun 1701, tahun ketika ia berhenti dari Persaudaraan Trinity College dan dari posisinya sebagai Lucassian Professor.

Pada 1703, Newton terpilih menjadi presiden Royal Society. Pada 1705, Ratu Anne memberi gelar kepahlawanan kepadanya.

Tahun-tahun Akhir di London, Detik-detik Akhir Hidup Newton

Sebelum meninggal pada 20 Maret 1727 dalam usia 84, Newton telah menjadi sosok dengan otoritas yang meredup. Dalam hal ini, di tahun-tahun akhir di Cambridge, ia berhadapan secara langsung dengan penguasa dan orang-orang yang mempunyai posisi penting, dalam cara-cara yang tidak diketahuinya. Kesehariannya di rumah berubah secara dramatis ketika kemenakan perempuannya yang berumus belasan dan luar biasa bersemangat, Catherine Barton (puteri saudari tiri Hannah), tinggal bersama Newton tidak lama setelah kepindahannya ke London. Catherine tinggal bersamanya, sampai ia menikah dengan John Conduitt pada 1717, namun ia dan Newton masih tetap dekat.

Melalui Catherine dan suaminya inilah, paper-paper Newton membawa kesejahteraan. Secara sosial, Catherine terbilang menonjol di antara para penguasa dan cukup terkenal selama tahun-tahun sebelum menikah. Apalagi, suaminya termasuk di antara orang-orang paling kaya di London.

Tahun-tahun akhir di London, Newton terlibat dalam sejumlah perseteruan, yang mungkin saja diperburuk oleh caranya memanfaatkan posisinya sebagai presiden Royal Society. Pada permulaan masa jabatan barunya, Newton terlibat perselisihan dengan John Flamsteed. Dalam perselisihan ini, Newton dan Halley mencederai kepercayaan Royal Astronomer, dengan menjadikan Flamsteed musuh permanen.

Di sisi lain, permusuhan antara Newton dan Leibniz berlanjut lebih dalam, bahkan sejak sebelum Huygens meninggal pada 1695. Permusuhan ini menjadi genting ketika pada 1710, John Keill menuduh Leibniz, bahwa Philosophical Transactions yang ditulisnya adalah hasil menjiplak kalulus dari Newton. Sebagai anggota Royal sejak 1673, Leibniz menuntut ganti rugi dari Royal Society. Respon yang diterbitkan Royal Society pada 1712 tidak berisi apapun selain tentang ganti rugi. Dalam perselisihan ini, Newton tidak hanya lebih unggul dalam bereaksi. Pada 1715, ia bahkan secara blak-blakan memberikan tinjauan anonim terhadap permasalahan ini dalam Philosophical Transactions.

Leibniz dan koleganya di the Continent (Benua Eropa tanpa Inggris) tidak pernah nyaman dengan Principia dan implikasinya yang berdampak luas. Pada tahap tertentu, perseteruan ini berkembang menjadi permusuhan terbuka terhadap teori gravitasi — suatu permusuhan yang buta, karena di saat bersamaan, teori gravitasi justru diterima dengan penuh gairah di Inggris.

Dampak dari perselisihan antara Newton dan Leibniz lebih lanjut berubah menjadi perpecahan antara Inggris yang berasosiasi dengan Royal Society, dan kelompok yang mengerjakan kalkulus bersama Leibniz sejak 1690-an, khususnya Johann Bernoulli. Perpecahan ini pada gilirannya berubah menjadi perpecahan antara sains dan matematika Inggris versus the Continent yang sempat terus bertahan cukup lama setelah meninggalnya Leibniz pada 1716.

Walaupun Newtom jelas-jelas memiliki waktu jauh lebih sedikit untuk melakukan riset tersendiri selama di London daripada ketika ia di Cambridge, ia tidak sepenuhnya menyerah menjadi ilmuan yang produktif. Terbitan pertama versi bahasa Inggris dari Opticks akhirnya muncul pada 1704, dan sejak itu, karya-karyanya yang lain terus terbit. Beberapa di antaranya diterbitkan berulah-ulang.

Karya-karyanya terus dikaji, bahkan setelah bertahun-tahun ia meninggal. Hingga kini pun, teori-teorinya terus dipelajari oleh para pelajar dari berbagai penjuru dunia.

SELESAI




Sumber Rujukan:
  1. http://plato.stanford.edu/entries/newton/
  2. http://anglotopia.wpengine.netdna-cdn.com/wp-content/uploads/2014/08/Sir-Isaac-Newton-HD-Wallpaper.jpg

Subscribe your email address now to get the latest articles from us

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2015. Sainsblog.
Design by Herdiansyah Hamzah - Distributed By Blogger Templates
Creative Commons License